Batik Jumputan di Desa Binaan
Desa Ngipiksari, Pubkom
Sebuah
universitas tidak lepas dari tri darma perguruan tinggi, yaitu pendidikan,
penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dalam hal ini, Universitas Islam
Indonesia (UII) memiliki catur darma dimana yang keempat adalah dakwah islamiyah.
Dalam
melaksanakan pengabdian masyarakat, Program Studi (Prodi) Teknik Kimia UII
bekerja sama dengan HMTK-TT FTI UII mengadakan pelatihan batik jumputan di desa
binaan, Senin 08 Mei 2013. Desa yang dimaksud adalah Desa Ngipiksari yang
berlokasi di Hargobinangun, Pakem, Sleman, DIY. Untuk menuju ke sana, kita melewati
kawasan wisata Kaliurang. Setelah masuk dari pos jaga, kita melaju terus hingga
bertemu Tugu Udang Kaliurang, lalu berbelok ke kanan. Sebelumnya, HMTK-TT FTI
UII pernah melaksanakan bakti sosial di sana saat Idul Adha 1433 H tahun 2012 lalu.
Pelatihan
batik jumputan diikuti oleh 16 orang warga (ibu-ibu PKK), bertempat di Balai
Warga RT.04 RW.13 Kaliurang Selatan. Pelatihan turut didampingi oleh 5 orang
mahasiswa Teknik Kimia Konsentrasi Teknik Tekstil. Hadir dari pihak jurusan, Mbak
Retno Trihastutiningsih selaku Laboran Laboratorium Kimia Proses, Bapak
Sukirman selaku Sekretaris Jurusan, dan Mas Muhammad Susilo Atmojo selaku Staf
Administrasi Jurusan. Acara pelatihan sendiri berlangsung pukul 11.00 WIB hingga
pukul 14.00 WIB.
Pelatihan
batik jumputan kemarin menggunakan pewarnaan dengan zat warna naftol. Terlebih
dulu, peserta pelatihan, baik ibu-ibu dan mahasiswa, membuat motif pada kain. Motif
untuk batik jumputan antara lain bisa dilakukan dengan menjahit pola gambar. Benang
yang digunakan untuk menjahit adalah benang yang tidak tembus warna, misalnya
benang nylon dan “benang jeans”. Setelah pola gambar dijahit, benang ditarik
sekuat mungkin (tapi jangan sampai putus), lalu benang diikat simpul agar tidak
lepas saat pewarnaan. Motif batik jumputan juga bisa dilakukan dengan menjumput
kain, misalnya dengan kerikil, kelereng, atau biji kacang ijo, kemudian
mengikat jumputan dengan benang atau karet. Pengikatan dilakukan sekencang
mungkin.
Setelah
membuat motif, kemudian dilakukan pewarnaan (pencelupan). Zat warna naftol
adalah zat warna tidak langsung yang prosesnya melalui 2 tahap. Pertama,
pelarutan zat warna dengan NaOH teknis. Kedua, pembangkitan warna dengan garam
diazonium. Pada pelatihan kemarin, digunakan zat warna naftol “As” serta garam “red”
dan “blue”. Mula-mula, disiapkan beberapa wadah (baskom) berisi air. Air pada
baskom pertama dilarutkan dengan zat warna naftol dan NaOH teknis. Airnya
kemudian akan berwarna kuning. Air pada baskom lain dilarutkan dengan garam
diazonium (garam pembangkit). Airnya akan berwarna setelah kain dicelupkan.
Kain
yang akan diwarnai, terlebih dulu direndam dalam baskom pertama selama 30
menit. Perendaman dilakukan sambil kain diaduk-aduk agar pewarnaan merata. Untuk
pengadukan di sini, sebaiknya dilakukan dengan pengaduk karena NaOH teknis
dapat menyebabkan gatal jika pengadukan dilakukan dengan tangan. Setelah itu,
kain dipindah ke baskom selanjutnya yang berisikan garam pembangkit dan
direndam sambil diaduk-aduk selama 15 menit. Di sini, pengadukan boleh
menggunakan tangan. Air akan berubah warnanya setelah kain dicelupkan di baskom
tersebut. Pelatihan kemarin menggunakan 1 baskom untuk larutan zat warna dan 2
baskom untuk larutan garam pembangkit, satu berwarna merah dan satu berwarna
biru.
Untuk
menjaga daya tahan luntur warna, di akhir proses, kain direndam dalam larutan
asam cuka selama beberapa menit. Setelah itu, kain dicuci dan dibilas dengan
air mengalir. Motif batik jumputan selanjutnya akan terlihat setelah ikatan
benang atau karet tadi dilepas. Bagian yang diikat benang atau karet tidak akan
terwarnai sehingga membentuk motif batik jumputan. Setelah dilepas, kain lalu
dijemur (dikeringkan).
Pelatihan
ini tidak berhenti hari itu saja. Beberapa warga ingin diajari pewarnaan dengan
menggunakan zat warna lain dan cara pewarnaan lain. Maka, pelatihan akan disambung
lagi pada kesempatan berikutnya. Sampa bertemu kembali, Desa Ngipiksari…
Komentar
Posting Komentar